Tegar Indo Blog-Siapa
yang tidak kenal dengan Pak Muslim. Semua orang di kampung Kebon Kopi
kenal dengan Pak Muslim. Dia terkenal sebagai seorang tukang becak yang
sealu murah senyum. Sudah puluhan tahun dia menjalani profesinya itu.
Tidak seperti kebanyakan tukang becak yang lain, Pak Muslim tidak pernah
sekalipun meninggalkan shalat wajib, ia pun gemar melaksanakan shalat
Tahajud dan shalat Dhuha.
Pak Muslim memiliki lima orang anak, anaknya yang paling besar sudah menginjak bangku SMA. Pak Muslim sangat senang karena dapat menyekolahkan semua anak-anaknya walaupun ia hanyalah seorang tukang becak.
Pak Muslim memiliki lima orang anak, anaknya yang paling besar sudah menginjak bangku SMA. Pak Muslim sangat senang karena dapat menyekolahkan semua anak-anaknya walaupun ia hanyalah seorang tukang becak.
***
Pak
Muslim pulang dari masjid usai shalat subuh bersama-sama dengan
istrinya, berjalan beriringan seperti biasa. Kelima anak-anaknya sudah
mendahului mereka pulang ke rumah.
“Bu, Bapak tuh sudah semakin tua.”
“Iya. Ibu tahu pak. Ibu juga sudah semakin tua. Anak-anak juga sudah pada besar.”
“Bapak senang anak-anak kita soleh dan solehah.”
“Ya, Pak.”
“Sejak dulu Bapak pendam saja impian ini, Bu.”
“Apa itu, Pak?”
“Bapak ingin sekali naik haji bu.”
Mendengar
omongan suaminya, Bu Muslim hanya tertawa kecil. Bukan tertawa untuk
melecehkan suaminya, tetapi tertawa karena itu adalah hal yang sangat
tidak mungkin terjadi, pikirnya. Hampir semua orang Islam ingin sekali
naik haji, namun hanya beberapa saja yang beruntung, karena untuk sampai
ke tanah Mekkah dari Indonesia
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi untuk Pak Muslim yang
hanya seorang tukang becak, bisa makan dan menyekolahkan anak-anak saja
rasanya bersyukur sekali.
“Bapak serius, Bu.”
“Ibu, tahu Pak. Tapi…”
“Bapak
akan menabung dari sekarang. Sekarang keempat anak-anak kita bisa
bersekolah dengan gratis, kita hanya memikirkan biaya anak sulung kita
saja. Jadi Bapak putuskan mulai sekarang Bapak akan menabung untuk naik
haji.”
Ibu
menarik napas panjang, “Sejak dulu pun kita sudah menabung, Pak. Tapi
tabungan kita tidak pernah penuh, sebab selalu saja ada kebutuhan
mendesak yang harus dipenuhi, akhirnya tabungan pun terpakai terus.”
“Bapak harus pakai cara lain, Bu.”
“Apa Bapak mau menabung di bank? Jangan Pak, nanti malah habis buat biaya administrasi karena saking kecilnya tabungan kita.”
“Bukan di bank, Bu.”
“Trus dimana, Pak.”
Pak
Muslim hanya tersenyum kecil tetapi pasti. Ya, Pak Muslim sudah
membulatkan tekadnya. Sekarang hari Jum’at, ia akan melaksanakan niatnya
sekarang juga.
“Kok, malah senyum-senyum, Pak. Memangnya dimana Bapak mau menabung?”
“Ibu tenang saja. Nanti juga Bapak akan cerita.”
“Cerita sekarang saja, Pak.bikin ibu penasaran saja.”
“Nanti saja, Bu. Nanti juga ibu tahu sendiri.”
“Ya, sudah. Bapak memang sukannya bikin ibu penasaran. Yang penting uang tabungannya jangan hilang ya, Pak.”
“Jangan khawatir, Bu. Bapak jamin uang tabungannya tidak akan pernah hilang.”
“Bapak yakin sekali toh, Pak. Biasanya Bapak selalu memakai kata Insya Allah, begitu, Pak.”
“Bapak yakin karena Bapak menabung langsung kepada Allah. Ups…” Bapak menupup mulutnya, “Wah keceplosan.”
“Apa maksudnya toh Pak?” ibu malah mengerutkan keningnya.
“Kita lihat saja nanti, Bu.”
Bu
Muslim tidak menanyakan lebih jauh tentang rencana suaminya itu karena
mereka sudah tiba di rumah. Yang Bu Muslim pikirkan sekarang adalah hari
ini Bu Muslim akan memasak sayur asam, ikan asin dan sambal terasi.
Makanan sederhana yang tak asing lagi bagi keluarga Pak Muslim.
***
Pak
Muslim dengan langkah pasti mendorong becaknya keluar halaman rumah
sebelum akhirnya mengayuh becak tersebut. Ia harus yakin dan optimis
bahwa rencananya pasti akan berhasil. Yakinlah pada Allah. Karena Allah
itu sebagaimana prasangka hambanya. Kalau kita yakin bahwa Allah akan
mengabulkan do’a kita maka pasti Insya Allah, Allah akan mengabulkannya.
Kata-kata Ustadz Amin lah yang menguatkan hatinya akan rencananya
tersebut. Dan Pak Muslim akan menabung agar bisa naik haji setiap hari
Jum’at. Tak seorang pun yang tahu dimana Pak Muslim menabungkannya.
***
“Loh kok, tidak mau dibayar. Bapak ini bagaimana sih. Buat apa narik becak kalau tidak mau dibayar.”
Dengan tetap tersenyum Pak Muslim berkata, “Ini untuk tabungan saya naik haji.”
“Ya,
sudah.” Jawab penumpangnya sambil melengos pergi. “Aneh-aneh saja bapak
itu, sudah gila kali. Hari gini,gitu loh. Masih ada orang yang kayak
gitu.” Batinnya.
Bulan
berganti bulan, tahun berganti tahun. Kini hampir semua orang di
kampung Kebon Kopi tahu dengan kebiasaan Pak Muslim yang selalu menarik
becak secara gratis setiap hari Jum’at. Banyak sekali orang-orang yang
bersimpati pada Pak Muslim, namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
Jangankan memikirkan untuk menolong Pak Muslim, lah mereka sendiri saja
pengen naik haji nggak kesampaian, yang ada tiap bulan harus pusing
mikirin bayar kreditan ataupun utang di bank. Fiuh… hidup lagi susah.
Malah banyak orang yang menghalalkan segala cara untuk bertahan hidup
ataupun hanya untuk menjaga gengsi. Tapi yang dilakukan Pak Muslim
justru tidak pernah terpikirkan oleh siapapun diantara mereka.
Ada
yang kasihan pada Pak Muslim, ada pula yang senang karena setiap hari
Jum’at mereka dapat naik becak Pak Muslim secara gratis, terutama
anak-anak sekolah yang dengan senang hati naik becak Pak Muslim, padahal
kalau hari-hari biasa mereka jarang sekali naik becak. Tapi Pak Muslim
dengan senang hati mengayuh becak tersebut walaupun tanpa bayaran
sepeser pun setiap hari Jum’at. Ia yakin semakin banyak mengayuh maka
semakin banyak tabungannya. Dan setiap hari Jum’at banyak sekali
penumpangnya tidak sebanyak pada hari-hari biasa. Tetapi hal tersebut
justru membuatnya bertambah senang.
Lain dengan Bu Muslim yang justru tidak senang dengan kebiasaan suaminya itu.
“Coba dipikir-pikir lagi, Pak. Masak menabung untuk naik haji dengan cara seperti itu.”
“Loh, ibu itu gimana. Justru Bapak sudah memikirkannya masak-masak, Bu.”
“Masak iya sih, Pak.”
“Ibu,
ini.” Pak Muslim geleng-geleng kepala, “Kita harus yakin kepada Allah,
Bu. Karena Allah itu akan seperti prasangka hambanya. Kalau kita
berprasangka baik kepada Allah maka Allah akan seperti itu, tapi kalau
sebaliknya maka yang terjadipun akan sebaliknya, Bu.”
“Ya sudah, kalau begitu, Pak. Ibu do’a kan semoga cepat naik haji.”
Bukan
Cuma Bu Muslim, anak-anak Pak Muslim pun tidak setuju dengan apa yang
Pak Muslim lakukan. Apa lagi yang sulung, dia malu dengan teman-temannya
yang sudah memandang bapaknya layaknya orang edan. Fiuh… jaman sekarang
kalau orang baik-baik dibilang edan. Orang edan beneran (yang doyan
makan uang rakyat) lalu disebut apa?
***
Entah
sudah berapa tahu Pak Muslim melakukan kebiasaannya itu. Bu Muslim
sendiri bahkan sudah melupakan kebiasaan suaminya itu. Orang lain pun
sudah tidak ambil pusing lagi dengan kebiasaan Pak Muslim itu. Dan Pak
Muslim tetap yakin dengan caranya itu. Kalau pun ada penumpang yang
memaksa untuk membayar Pak Muslim pasti akan menolaknya setiap hari
Jum’at, apapun yang terjadi.
Seperti hari Jum’at kali ini ada seorang bapak yang memaksa untuk membayar Pak Muslim setelah ia menaiki becaknya.
“Loh, kenapa tidak mau dibayar, Pak.”
“Ini untuk tabungan saya naik haji, Pak.”
“Memang bapak sudah daftar?”
“Belum.”
“Ya, sudah kalau begitu. Besok temui saya disini, di depan hotel ini, jam tujuh pagi.”
“Baik, Pak.”
Tidak
ada yang menyangka bahwa penumpang Pak Muslim kali ini adalah seorang
yang kaya raya yang kebetulan sedang singgah di daerah itu untuk urusan
bisnis dan sebenarnya orang tersebut tidak pernah naik becak sekalipun
dan ketika urusan bisnisnya selesai ia ingin merasakan bagaimana rasanya
naik becak, dan terkejut sekali bahwa si tukang becak tersebut justru
tidak mau dibayar. Dan lebih terkejut lagi adalah dengan alasan si
tukang becak itu. Maka bapak tersebut memutuskan untuk membiayai semua
biaya naik haji untuk si tukan becak tersebut, yang tidak lain adalah
Pak Muslim. Subhanallah…
***
Bu
Muslim menangis tersedu-sedu, anak-anaknya pun terlihat sedih, bukan
sedih karena mereka benar-benar sedih, namun itu semua adalah ungkapan
keharuan atas Pak Muslim. Bukan hanya mereka, orang-orang yang
mengetahui akan kebiasaan Pak Muslim pun merasa sangat terharu, terutama
orang-orang yang selama ini mencemooh kebiasaan Pak Muslim tersebut.
Banyak pula yang merasa tidak percaya dengan kenyataan ini. Namun mereka
kini dapat melihat bahwa sebentar lagi Pak Muslim akan naik haji. Dan
mereka tahu bahwa selama ini Pak Muslim tidak menabung dengan sia-sia.
Kini tabungan Pak Muslim sudah cukup untuk bisa ke tanah suci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar